Minggu, 15 September 2013

OLAH TUBUH DAN DIABETES MELITUS Mengelola Kesehatan Melalui Gerak Tubuh

               OLAH TUBUH DAN DIABETES MELITUS 
           Mengelola Kesehatan Melalui Gerak Tubuh
                (Drs. Santika Rentika Hadi, M.Kes.)
  
Pendahuluan

Penyakit Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit degeneratif yang diperkirakan terus mengalami peningkatan prevalensinya. Negara berkembang seperti Indonesia yang terus berupaya meningkatkan kemakmurannya dapat berakibat diiringi dengan peningkatan prevalensi Diabetes Melitus. Berkembagnya suatu Negara yang diikuti dengan peningkatan pendapatan perkapita dan perubahan gaya hidup menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit degenerative, seperti penyakit jantung koroner, hipertensi, hiperlipidemia, diabetes dan lain-lain. Komunikasi yang lebih baik dengan masyarakat barat, memungkinkan terjadinya adopsi cara kehidupan orang barat. Perubahan gaya hidup itulah yang akan diikuti oleh penyakit degenerative diantaranya diabetes melitus. Secara umum Diabetes Melitus (DM) adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan sekresi insulin yang progresif, dengan dilatar belakangi oleh resistensi insulin (kualitas insulin tidak baik/kurangnya respon reseptor terhadap insulin). Dalam proses metabolisme, zat makanan terutama glukosa dibakar melalui proses kimia yang rumit dengan hasil akhir timbulnya energy. Dalam proses tersebut hormon insulin yang dikeluarkan oleh sel beta dalam pankreas, memegang peranan yang sangat penting, yaitu bertugas memasukkan glukosa ke dalam sel, dan selanjutnya untuk digunakan sebagai bahan bakar. Dalam keadaan normal dimana kadar insulin mencukupi dan sensitif, insulin akan ditangkap oleh reseptor insulin yang ada pada permukaan sel otot, kemudian membuka pintu masuk sel sehingga glukosa dapat masuk sel untuk kemudian dibakar menjadi energi. Dalam kondisi ini kadar glukosa darah normal. Seseorang dalam keadaan Diabetes Melitus (DM) didapatkan jumlah insulin yang kurang atau pada keadaan kualitas insulin yang tidak baik (resistensi insulin), mengakibatkan sel tidak dapat terbuka / tetap tertutup sehingga glukosa tidak dapat memasuki sel untuk dimetabolisme. Akibatnya glukosa tetap berada di luar sel, hingga kadar glukosa dalam darah meningkat. Insulin dapat diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, kemudian glukosa dimetabolismekan menjadi energi atau tenaga. Apabila peran insulin ini terganggu karena insulin tidak ada (karena adanya reaksi otoimun), maka terjadilah pathogenesis Diabetes Militis Tipe 1 (DM Tipe 1). Atau terjadi kinerja insulin tidak baik seperti dalam keadaan resistensi insulin (kualitas insulinnya tidak baik), maka terjadilah pathogenesis Diabetes Militus Tipe 2 (DM Tipe 2). Diabetes Melitus diketahui sebagai penyakit keturunan, dalam arti bila orang tuanya menderita diabetes, maka anak-anaknya akan menderita diabetes juga. Akan tetapi faktor keturunan saja tidak cukup untuk memunculkan penyakit tersebut, diperlukan faktor lain yang disebut faktor risiko atau faktor pencetus misalnya, adanya infeksi virus (pada DM tipe1), kegemukan, pola makan yang salah (diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat), minum obat-obatan yang dapat menaikkan kadar glukosa darah, proses menua, kurang gerak badan (inactivity), stress dan lain lain. Kurang gerak merupakan salah satu faktor resiko atau faktor pencetus Diabetes Melitus (DM), salah satu untuk pemenuhannya dengan melakukan olah raga. Olah raga teratur akan bermanfaat dalam pemekaan insulin. Namun pada penderita Diabetes Melitus (DM) pengendalian gula darah tidak akan berhasil dengan berolah raga saja, tetapi perlu dipadu dengan pengaturan diet secara akurat dan obat. Apa, untuk apa, bagaimana olah raga dilakukan oleh seseorang untuk menghadapi pencegahan maupun mengontrol penyakit diabetes merupakan suatu hal yang penting untuk dimengerti.  

Usaha Pencegahan Diabetes Melitus (DM)

Usaha pencegahan penyakit Diabetes Melitus (DM) terdiri dari : Pencegahan primer yaitu pencegahan agar tidak timbul penyakit Diabetes Melitus (DM), Pencegahan skunder yaitu pencegahan terjadinya kesulitan lebih lanjut karena adanya penyakit Diabetes Melitus (DM), yang dapat berupa terjadinya stoke karena gangguan pembuluh darah otak, terjadi kebutaan karena gangguan pembuluh darah mata, penyakit jantung koroner karena gangguan pembuluh darah jantung, terjadinya penyakit ginjal kronik karena gangguan pembuluh darah ginjal, terjadinya sukar sembuh bila luka karena gangguan pada pembuluh darah pada kaki. Pencegahan tersier yaitu pencegahan agar tidak terjadi kecacatan lebih lanjut walaupun sudah terjadi kesulitan lebih lanjut akibat penyakit Diabetes Melitus (DM). Faktor yang mempengaruhi terjadinya Diabetes Melitus (DM) adalah : faktor keturunan, faktor kegiatan jasmani yang kurang, faktor kegemukan / distribusi lemak, faktor nutrisi berlebih, faktor psikologi, dan faktor-faktor lain. Faktor keturunan merupakan faktor yang tidak dapat diubah, tetapi faktor lingkungan (kegemukan, kegiatan jasmani, nutrisi berlebih, faktor psikologi) merupakan faktor yang dapat diubah dan diperbaiki. Terlepas dari faktor yang lain pembahasan selanjutnya lebih menitik beratkan mengenai pencegahan Diabetes Melitus (DM) melalui aktivitas olah raga.  

Usaha Pencegahan Primer Melalui Olah Raga

Secara umum olah raga bermanfaat dalam meningkatkan stamina, meningkatkan daya tahan jantung dan pernafasan, menurunkan berat badan, mengurangi lemak tubuh, mengurangi risiko terkena penyakit degenerative, memberikan rasa bahagia, mengurangi stress, meningkatkan system imunitas tubuh dan lain-lain. Olah raga yang dinyatakan dapat mengurangi risiko terkena penyakit degenerative diantaranya penyakit Diabetes Melitus (DM), telah dibuktikan oleh beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa olah raga dapat menghambat perkembangan toleransi glukosa terganggu (TGT) berkembang menjadi DM tipe 2. Pada saat seseorang berolah raga, energy pertama yang akan digunakan adalah ATP-PC pada otot, dilanjutkan dengan penggunaan cadangan glikogen otot, selanjutnya menggunakan glukosa di mana tubuhnya akan merespon dengan melepaskan hormone yang akan menaikkan dan menjaga level glukosa darah. Pada kurun waktu tertentu relative suplai glukosa disediakan dari simpanan glikogen otot dan glikogen hati. Aktivitas dalam waktu yang lama menjadikan sumber energy utamanya adalah asam lemak bebas, yang berasal dari lipolisis jaringan adipose. Perubahan pengaturan hormone pada saat berolah raga tergantung pada durasi dan intensitas olah raganya. Dampak olah raga secara akut akan menurunkan glukosa darah, dan segera menggantikan (superkompensasi) pada saat istirahat (fase pemulihan). Dampak secara kronik dari latihan olah raga akan meningkatkan homeostasis glukosa dan sensitivitas insulin mengikuti aktivitas olah raga dengan bahan bakar utama glukosa. Adaptasi pada sensitivitas insulin ini menghambat resistensi insulin sehingga menghambat timbulnya potensi diabetes melitus. Terdapat beberapa kondisi awal seseorang berhubungan dengan aktivitas olah raga. Seseorang yang tidak pernah melakukan latihan olah raga, seseorang yang acap kali melakukan aktivitas olah raga (berolah raga dengan tidak teratur), seseorang yang melakukan latihan olah raga teratur dengan frekwensi dan intensitas rendah sampai sedang, dan seseorang dengan latihan olah raga dengan level tinggi (atlet). Semua kondisi tersebut memiliki risiko terkena penyakit Diabetes Melitus (DM) seiring dengan bertambahnya usia dan perubahan aktivitas yang dilakukannya. Penghentian terhadap pelaksanaan aktivitas olah raga secara mendadak dan dalam jangka waktu yang lama (detraining) bagi seorang yang terlatih atau orang yang semula rutin berolahraga, akan dapat memiliki risiko penyakit Diabetes Melitus (DM). Demikian juga pada seseorang yang memang tidak terlatih dalam menjalani masa bertambahnya usia akan memiliki risiko penyakit Diabetes Melitus (DM). Penghentian latihan (detraining), maupun kondisi tidak terlatih sejak awal didukung dengan prilaku gaya hidup yang tidak sehat dan faktor pencetus yang lain, akan memiliki risiko penyakit Diabetes Melitus (DM) yang tinggi. Dari beberapa kondisi awal seseorang, pada prinsipnya usaha pencegahan terhadap penyakit Diabetes Melitus (DM) adalah melalui kemampuan beradaptasi menuju aktivitas berolah raga yang rutin sesuai dengan kapasitas awalnya dalam menjalani hidup seiring bertambahnya usia. Seiring bertambahnya usia perubahan menjadi melaksanakan olah raga secara rutin yang proporsional adalah hal penting, bagi seorang yang awalnya tidak pernah berolahraga harus mampu meningkatkan secara halus dan pelan menuju pelaku olah raga. Bagi seorang yang awalnya adalah atlet harus mampu menurunkan secara halus dan pelan menuju pelaku olah raga dengan proporsional. Olah raga yang diharapkan dilakukan adalah olah raga yang terukur, teratur, terkendali dan berkesinambungan. Percobaan mengenai pencegahan primer DM melalui diet, olah raga, dan diet diikuti olah raga diasosiasikan sama-sama dapat menurunkan faktor resiko diabetes. Semakin bertambahnya usia, dipertimbangkan untuk tidak melakukan olah raga pertandingan, sebab akan dapat terjadinya ‘overexertion’ yang melampaui batas kemampuan hingga berakibat kurang baik. Olah raga yang dianjurkan adalah untuk mempertahankan stamina (endurance) dan olahraga untuk mempertahankan kelentukan. Frekuensi latihan 3 kali dalam seminggu, dengan lama latihan kira-kira 20 menit sampai dengan 60 menit, semakin bertambah usia intensitas latihan semakin rendah..  

Olah Raga pada Penderita Diabetes Militus Tipe 1

Penderita Diabetes Militus Tipe 1 memiliki kadar insulin rendah, karena kurang atau tidak adanya produksi insulin oleh pancreas. Sehingga diabetisi mudah mengalami hipoglikemia selama dan segera pada saat berolah raga, karena hepar gagal untuk melepaskan glukosa sesuai dengan laju kebutuhan. Diabetisi pada tipe ini memiliki pengaturan glukosa darah yang variatif pada saat latihan yang sifatnya sangat individual. Olah raga tidak banyak berpengaruh terhadap glicemic control pada diabetisi tipe 1, tapi olah raga dapat bermanfaat dalam mengurangi risiko penyakit jantung, gangguan pembuluh darah perifer, dan syaraf.  

Olah Raga pada Penderita Diabetes Militus Tipe 2

  Penderita DM tipe 2 resistensi insulin tinggi, sehingga insulin tidak dapat membantu transfer glukosa ke dalam sel. Olah raga yang terdiri dari rangkaian kontraksi otot menjadikan sifat seperti insulin (insulin-like effect). Sehingga otot yang berkontraksi memiliki permiabilitas membrane terhadap glukosa meningkat. Pada saat berolah raga resistensi insulin berkurang, sedangkan sensitivitas insulin meningkat, kondisi ini akan menyebabkan kebutuhan insulin pada diabetisi tipe 2 akan berkurang. Respon ini hanya terjadi pada saat berolah raga, bukan merupakan efek yang menetap atau berlangsung lama, oleh karena itu olah raga harus dilakukan secara terus menerus dan teratur.  

Olah Raga yang Efektif untuk Penderita Diabetes Militus

  Sama halnya dengan pelaku olah raga normal, penderita diabetes harus melihat kondisi sebelumnya. Program latihan olah raga harus mengacu pada pemeriksaan awal oleh dokter, berkaitan dengan keadaan kadar glukosa darah, keadaan kemampuan kardiovaskuler, dan kondisi sebelumnya sebagai olahragawan atau sedentary. Diabetisi sebaiknya tidak melakukan program olah raga pada saat kondisi sakit, sesak nafas, pusing, tekanan darah tidak normal, lemas, mata kabur, nyeri pada dada, leher, bahu dan rahang. Olah raga yang diharapkan dilakukan adalah olah raga yang terukur, teratur, terkendali dan berkesinambungan. Untuk dapat dikatakan terukur maka olah raga yang dilakukan adalah yang dapat memenuhi prinsip FITT (Frekuensi, Intensitas, Time / durasi, dan Tipe / jenis). Frekuensi (jumlah olahraga per minggu) yang dianjurkan adalah 3 – 5 kali per minggu. Intensitas yang dianjurkan ringan hingga sedang yaitu sebesar 50 % – 70 % MHR (Maximum Heart Rate). Dengan Time / Durasi yang dianjurkan antara 30 – 60 menit. Jenis latihan olah raga adalah aerobik (endurance) untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi seperti berjalan, bersepeda, berenang dan senam. Bagi yang telah lanjut usia bila ingin bersepeda sebaiknya menggunakan sepeda statis. Untuk menentukan intensitas latihan, sebagai pedoman adalah Maximum Heart Rate (MHR) dengan rumus MHR = 220 – Usia. Sebagai contoh seorang berusia 45 tahun yang ingin menjaga kondisinya dengan intensitas latihan antara 50% hingga 70% dari MHR, maka Target Heart Rate (THR) latihan berada pada (220 – 45) x 60 % = 175 x 50% = 88 denyut / menit, hingga (220 – 45) x 70 % = 175 x 70 % = 123 denyut / menit. Dengan demikian maka orang tersebut dalam berolahraga mengontrol denyut nadinya selama latihan dalam rentangan 88 denyut/menit hingga 123 denyut/menit. Target Heart Rate (THR) ini bersifat umum, namun secara individual menyesuaikan kondisi awal seseorang memulai latihan, apakah orang tersebut atlet, atau sedentary. Olah raga yang teratur dan berkesinambungan ialah latihan olah raga yang dilakukan terus menerus sepanjang hidup sesuai kemampuannya. Sedangkan yang dimaksud dengan olah raga terkendali adalah olah raga yang dilakukan bila kondisi kesehatan terkontrol dengan baik. Memperhatikan urutan pelaksanaan olah raga dengan baik yang berisikan pemanasan (warm up), latihan inti dan pendinginan (cooling down). Pembiasaan melaksanakan aktivitas olah raga pada waktu yang sama tiap hari latihannya adalah hal yang perlu diperhatikan juga. Dengan memperhatikan urutan pelaksanaan olah raga tersebut diharapkan dapat mendapatkan manfaat yang maksimal dan mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Bahaya Akibat Berolahraga dan Pencegahannya pada Diabetisi Olah raga yang dilakukan diabetisi tidak dengan bekal pemahaman yang baik dapat berdampak yang kurang baik, hal ini dapat dicegah dengan langkah-langkah yang tepat. Tabel berikut menyajikan bahaya olah raga bagi diabetisi dan upaya pencegahannya :

 Bahaya berolahraga bagi diabetisi dan Pencegahannya Memperburuk gangguan metabolik
dicegah dengan : Menghindari olah raga berat, latihan beban, olah raga kontak (bela diri) Berusaha agar intake cairan cukup  
Hipoglikemi akibat olah raga (exercise induced hypoglycemia) pada diabetisi tipe 1) dicegah dengan : Selalu monitor kadar glukosa darah Menghindari pemberian insulin pada bagian tubuh yang aktif (dapat diberikan di abdo- men) Kurangi dosis insulin dan tingkatkan intake makanan pada waktu berolah raga Hindari olah raga pada saat kadar insulin ber ada pada puncaknya. Perlu pemberian snack karbohidrat sebelum, sedang, dan sesudah olah raga. Lakukan olah raga secara teratur Cepat tanggap pada gejala yang timbul
Gangguan pada kaki dicegah dengan : Kenakan sepatu yang sesuai Kaki diusahakan selalu bersih dan kering
Komplikasi kardiovaskuler dicegah dengan : Perlu pemeriksaan medis sebelum berolah Raga Lakukan pemeriksaan EKG kerja Program olah raga bersifat individual Pemeriksaan laboratorium secara rutin Cedera musculoskeletal dicegah dengan : memilih olah raga yang tepat/sesuai Meningkatkan intensitas latihan sedikit demi Sedikit dan bertahap Melakukan pemanasan dan pendinginan Menghindari olah raga berat dan berlebihan Olah raga yang dilakukan oleh diabetisi perlu adanya pengawasan yang ketat dengan pengaturan diet dan pemberian obat secara baik. Untuk itu seorang diabetisi harus memiliki kepekaan yang baik dari semua aktivitasnya dikaitkan dengan gejala metabolik tubuhnya. Penggunaan obat-obatan herbal secara berganti-ganti bukanlah cara yang baik, malah dapat mengkacaukan metabolism tubuh yang mengarah pada kerusakan yang lebih parah.

Penutup
  Sebuah pertimbangan yang tepat untuk mensikapi pentingnya olah raga bagi penderita diabetes militus dan sebagai upaya pencegahan yang baik. Olah raga merupakan salah satu komponen dari 3 cara yang tepat dalam penangan penyakit Diabetes Melitus (DM), yaitu diet, obat-obatan, dan olah raga. Sebagai langkah pencegahan, olah raga dilakukan sesuai denga kebutuhan individu, seorang sedentary perlu memulai dan meningkatkan secara bertahap, bagi seorang olah ragawan (atlet) penurunan program menyesuaikan kondisi usia, secara pelan dan bertahap. Penghentian latihan (detraining) secara total dengan pola kebiasaan hidup yang buruk, sangat berisiko berpenyakit diabetes mellitus, Sebagai upaya pencegahan, dampak olah raga secara akut akan menurunkan glukosa darah, dan segera menggantikan (superkompensasi) pada saat istirahat (fase pemulihan). Dampak secara kronik dari latihan olah raga akan meningkatkan homeostasis glukosa dan sensitivitas insulin mengikuti aktivitas olah raga dengan bahan bakar utama glukosa. Adaptasi pada sensitivitas insulin ini menghambat resistensi insulin sehingga menghambat timbulnya potensi diabetes melitus. Bagi diabetisi tipe 1, olah raga tidak banyak berpengaruh terhadap glicemic control, tapi olah raga dapat bermanfaat dalam mengurangi risiko penyakit jantung, gangguan pembuluh darah perifer, dan syaraf. Pada diabetisi tipe 2, pada saat berolah raga resistensi insulin berkurang, sedangkan sensitivitas insulin meningkat, kondisi ini akan menyebabkan kebutuhan insulin berkurang. Respon ini hanya terjadi pada saat berolah raga, bukan merupakan efek yang menetap atau berlangsung lama, oleh karena itu olah raga harus dilakukan secara terus menerus dan teratur.  

Daftar Pustaka

Arisman, 2008, Buku Ajar Ilmu Gizi, Obesitas, Diabetes Mellitus, & Dislipidemia, Penerbit Buku  Kedokteran EGC, Jakarta.
Askandar TJ, 2006, Endokrin Metabolik Kapita Selekta Endokrinologi, Airlangga University Pres Surabaya.
Bustan, 2007, Epidemologi Penyakit Tidak Menular, Rineka Cipta, Jakarta Fit Facts, 2001, Exercise Type 1 Diabetes, American Council Exercise, San Diego.
Hopkins D, 2004, Exercise Induced and Other Daytime Hypoglycemic Events in Patients with Diabetes: Prevention and Treatment, Denmark Hii, London.
Maiorana A, dkk, 2002, Combined Aerobic and Resistance Exercise Improves Glycemic Control and Fitness in Type 2 Diabetes, Elsevier Science Ireland Ltd.
Mary B, dkk, 2005, Klien Gangguan Endokrin, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Masato, dkk, 2008, Effect of a Single Bout of Moderate Exercise on Glucose Uptake in Type 2 Diabetes Mellitus, Journal of Cardiology, Japanese.
Nielson JP, dkk, 2006, Meta-Analysis of the Effect of Exercise Interventions on Fitness Outcomes among Adults with Type 1 and Type 2 Diabetes, Diabetes Research and Clinical Practice 74, United States.
Pradan S, 2007, Hidup Sehat dengan Diabetes, Panduan Bagi Penyandang Diabetes, Keluarganya dan Petugas Kesehatan, FKUI, Jakarta.
Riddle M, dkk, 2004, Type 1 Diabetes and Vigorous Exercise: Application of Exercise Physiology Patient Management, Canadian Journal of Diabetes.
Sanz C, dkk, 2010, Physical Exercise for the Prevention and Treatment of Type 2 Diabetes, Diabetes & Metabolism 36, France.
Sheri R, dkk, 2006, The Impact of Exercise on Action in Type 2 Diabetes Mellitus: Relationship to Prevention and Control, Excerplo Medica Inc.
Soekarman, 1987, Dasar Olah Raga Untuk Pembina Pelatih dan Atlet, Inti Idayu Press, Jakarta.
Virginia. Sidartawan S, dkk, 2011, Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu, Pusat Diabetes dan Lipid RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo FKUI, Jakarta.

Melalui Penjaskesor Tercapai Kesehatan Jiwa dan Raga

Link Pemaparan Peran Penjaskesor Tercapai Kesehatan Jiwa dan Raga